Ancaman Daya Beli Turun

Ancaman Daya Beli Turun di Tengah Krisis Ekonomi Global

solusiekonomi.com ~~ Ancaman daya beli turun masih menjadi permasalahan ekonomi yang menghantui Indonesia sepanjang tahun 2025. Krisis global yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor utama. Berbagai tantangan ekonomi, seperti krisis energi, inflasi global, dan ketidakstabilan geopolitik, turut memperburuk situasi. Indonesia sebagai bagian dari perekonomian dunia juga terkena dampak dari kondisi tersebut. Tekanan ekonomi yang semakin meningkat membuat masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana, menyoroti permasalahan ini dengan serius. Menurutnya, dampak krisis ekonomi pascapandemi tidak langsung dirasakan pada tahun 2022 tetapi baru benar-benar berdampak sekarang. Pemerintah seharusnya mengantisipasi hal ini sejak 2024 agar tidak semakin parah. Deflasi yang terjadi secara gradual menjadi tanda bahwa kondisi ekonomi belum sepenuhnya stabil. Beberapa momentum, seperti Pilkada dan libur akhir tahun, sempat memberikan dorongan konsumsi. Namun, hal tersebut hanya bersifat sementara dan tidak mampu mengubah tren daya beli masyarakat secara menyeluruh.

Daya beli masyarakat yang menurun juga berdampak pada sektor industri dan perdagangan. Ketika masyarakat menahan konsumsi, permintaan terhadap barang dan jasa ikut menurun. Kondisi ini menyebabkan berbagai sektor usaha mengalami perlambatan pertumbuhan. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah konkret, perekonomian bisa mengalami tekanan lebih besar.

Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi dan Ketidakpastian Lapangan Kerja

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pascapandemi masih stagnan di angka lima persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi belum berjalan optimal. Masyarakat masih menghadapi ketidakpastian dalam lapangan pekerjaan serta kenaikan upah yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Situasi tersebut membuat banyak orang semakin waspada dalam membelanjakan uangnya. Ketidakpastian ekonomi yang terus terjadi menyebabkan masyarakat lebih memilih menahan konsumsi daripada mengambil risiko keuangan.

Selain bahan pangan, konsumsi barang tersier juga mengalami penurunan signifikan. Hal ini memberikan dampak besar pada sektor industri dan perdagangan. Ketika permintaan menurun, produsen mulai melakukan berbagai penyesuaian agar tetap bertahan. Dalam banyak kasus, perusahaan memilih untuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Kebijakan ini berpotensi menyebabkan meningkatnya jumlah PHK dan pengangguran.

Lapangan pekerjaan yang tidak stabil menambah tekanan bagi masyarakat. Upah yang stagnan dan harga kebutuhan pokok yang terus naik membuat daya beli semakin tergerus. Jika kondisi ini terus berlanjut, masyarakat kelas menengah ke bawah akan semakin kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.

“Baca juga: Fenomena Bitcoin: Tren Investasi atau Sekadar FOMO?”

Tren Konsumsi Masyarakat di Bulan Puasa dan Lebaran

Momen bulan puasa dan Lebaran biasanya menjadi waktu di mana konsumsi masyarakat meningkat. Namun, Yudistira memprediksi pola konsumsi tahun ini akan sedikit berbeda. Masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan lebih memilih menabung. Ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi membuat banyak orang lebih fokus pada kebutuhan jangka panjang. Jika tren ini terus berlanjut, pertumbuhan sektor konsumsi dapat semakin melambat.

Pola konsumsi yang lebih tertahan ini juga akan berdampak pada sektor bisnis. Industri ritel, makanan, dan kebutuhan rumah tangga bisa mengalami perlambatan. Jika pemerintah tidak segera melakukan langkah konkret, daya beli masyarakat bisa semakin tergerus.

Pada tahun-tahun sebelumnya, peningkatan konsumsi saat Ramadan dan Lebaran memberikan efek positif bagi ekonomi nasional. Namun, tahun ini situasi bisa berbeda. Banyak masyarakat mulai mengatur ulang anggaran belanja dan mengutamakan pengeluaran yang lebih penting. Tren ini bisa berdampak pada perputaran uang di pasar yang lebih lambat dari biasanya.

Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Daya Beli

Untuk mengatasi daya beli masyarakat yang menurun, pemerintah perlu melakukan berbagai langkah strategis. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memangkas anggaran perjalanan dinas dan acara seremoni. Saat ini, anggaran untuk kegiatan tersebut masih cukup besar, meskipun banyak pihak meminta efisiensi. Sayangnya, beberapa kebijakan pemerintah justru bertolak belakang dengan kondisi ekonomi yang ada. Contohnya, pengadaan glamping untuk kepala daerah yang baru dilantik menunjukkan kurangnya kesadaran pemerintah terhadap kondisi ekonomi rakyat.

Menurut Yudistira, pemerintah seharusnya memiliki strategi yang lebih baik dalam mengalokasikan anggaran. Selain perjalanan dinas, struktur kabinet yang terlalu gemuk juga menjadi salah satu penyebab tingginya pengeluaran negara. Penambahan beberapa kementerian baru hanya akan memperbesar anggaran tanpa memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.

Selain itu, kebijakan fiskal yang kurang efektif juga bisa memperburuk situasi. Pemerintah perlu lebih selektif dalam menentukan prioritas pengeluaran agar tidak memperburuk keadaan ekonomi. Jika anggaran tidak digunakan dengan efisien, dampak negatif terhadap perekonomian bisa semakin besar.

“Simak juga: Generasi Z dan Revolusi Pendidikan: Dari Kelas Konvensional ke Pembelajaran Online”

Dampak Kebijakan Makan Bergizi Gratis terhadap Anggaran Negara

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi janji kampanye Prabowo juga mendapat sorotan dari Yudistira. Menurutnya, anggaran untuk program ini perlu dikaji ulang mengingat kondisi fiskal negara yang masih belum stabil. Pelaksanaan program ini membutuhkan dana yang sangat besar dan dapat mengganggu alokasi anggaran sektor lain.

Salah satu sektor yang terkena dampak dari pengalokasian dana MBG adalah pendidikan dan kesehatan. Saat ini, anggaran kedua sektor tersebut justru mengalami pemangkasan. Hal ini menjadi perhatian serius karena pendidikan dan kesehatan merupakan faktor utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Jika pemerintah terus mengurangi anggaran untuk sektor ini, dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang.

Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya bergantung pada kebijakan jangka pendek. Pemerintah harus menyadari bahwa investasi pada pendidikan dan kesehatan merupakan langkah fundamental. Jika anggaran untuk kedua sektor ini dikurangi, daya saing SDM Indonesia di masa depan bisa semakin tertinggal.

Langkah Konkret yang Perlu Ditempuh Pemerintah

Menurunnya daya beli masyarakat tidak bisa dibiarkan tanpa solusi nyata. Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk mengantisipasi dampak yang lebih luas. Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah memperbaiki kebijakan fiskal dengan fokus pada sektor yang benar-benar mendukung kesejahteraan rakyat.

Pengetatan anggaran harus dilakukan secara cermat agar tidak mengorbankan sektor-sektor penting. Pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Program bantuan sosial yang lebih tepat sasaran bisa menjadi salah satu langkah dalam mengurangi beban masyarakat. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa investasi di sektor pendidikan dan kesehatan tetap menjadi prioritas. Dengan memastikan kualitas SDM tetap terjaga, perekonomian Indonesia bisa lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

Insentif bagi industri dan usaha kecil menengah juga perlu diperkuat. Dengan adanya kebijakan yang mendukung sektor usaha, pertumbuhan ekonomi bisa lebih stabil. Jika daya beli masyarakat terus menurun tanpa ada solusi konkret, kondisi ekonomi bisa semakin memburuk dalam jangka panjang. Pemerintah juga harus lebih aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan keuangan di tengah ketidakpastian ekonomi. Dengan kebijakan yang lebih tepat sasaran, daya beli masyarakat bisa kembali meningkat dan ekonomi nasional bisa pulih lebih cepat.